Kisah mengerikan berujung menyenangkan

CASINO69

Week end yg menyebalkan, akhir pekan ini saya pulang menjadi supir untuk mama, serta yg menghasilkan tambah dongkol ialah membawa dan tante Lia, abang kandung mama yg cerewetnya luar biasa, kira-kira 2 level di atas mama.

dia gak pernah kehabisan istilah-kata buat mengomentari serta mengkritisi apapun serta siapapun, lebih asal seorang komentator sepakbola profesional. Walau terdapat juga sisi baiknya sih, beliau cukup royal buat memberiku tambahan uang saku.

Sabtu ini mama mengajakku ke semarang, menghadiri undangan sepupunya yg akan mantu. Papa berhalangan sebab ada perjanjian menggunakan relasi bisnis. dan mirip biasa, akulah yg menerima kehormatan, tepatnya barangkali kutukan, untuk menyupiri mama.

serta sepanjang jalan, telingaku mendapat siksaan ocehan tante dan mama. Bahkan bunyi musik tidak bisa meredam bunyi mereka. Malam menjelang ketika kami memasuki daerah alas roban, kawasan hutan yang melegenda menggunakan keangkerannya. Sialnya, aku termasuk penakut buat hal-hal yg berkaitan dengan supranatural.

Cerita Sex Alas Roban
Cerita Sex Alas Roban
Ngocoks aku teringat kisah sebuah bus yang nyasar pada tengah hutan ini. Untunglah jalanan relatif ramai. datang-tiba hujan turun menggunakan lebatnya, wiper kuhidupkan dan mencoba mengikuti sebuah truk pada depan. Entah kenapa, aku tidak mampu mengejar bayangan lampu truk tersebut, padahal telah full gas, sampai kemudian saya sadari tinggal kami sendiri pada jalan.

CASINO69

Baca carita Lainnya di CASINO69

dan yg membentuk aku merinding adalah menyadari kami tidak lagi berada di jalanan aspal, tapi jalanan tanah berbatu yang membentuk kendaraan beroda empat kami berguncang-guncang, suasana di kanan kiri gelap gulita, hanya tampak bayangan btg-batang pohon serta semak belukar. Penderitaan lengkap telah saat ban mobil terperosok pada tanah yg lunak dampak hujan tadi.

dua wanita penumpang setia pada dalam jangan ditanya lagi, omelan mereka sama banyaknya menggunakan buah-butir tetesan air hujan yang begitu deras menghujani bumi, membuat kepanikanku kian bertambah.

Mama, Tante Lia dan saya mencoba menghubungi kerabat buat minta bantuan, tapi seluruh jaringan seluler tidak ada sinyal. Ma, tolong pegang kemudi, Randy mau keluar dorong kendaraan beroda empat, menggunakan masih ngomel mama bertukar posisi pada belakang kemudi begitu saya keluar.

Hujan segera membuatku basah kuyub. sial , harusnya Hi lux papa yang aku bawa, bukan sedan priyayi ini, gumamku pada hati. Ban itu begitu dalam terperosok, membuat setiap usahaku sia-sia selain hanya membentuk semburan lumpur ke celana pendek dan kausku.

datang-tiba sekelebatan lampu senter menyorot ke arahku. Apa lagi ini, menghasilkan nyaliku kian menciut, akan tetapi masa sih terdapat setan bawa senter, logika sehatku mengatakan.

berasal kegelapan ada sosok lelaki paruh baya, bertelanjang dada dan memakai caping lebar. ada yg mampu aku bantu, le? ’, tanyanya menggunakan bunyi yg parau tetapi cukup nyaring terdengar di tengah gemuruh hujan serta guntur.

Kami kesasar dan mobil kami terperosok pak, jawabku setengah berteriak. Orang tua itu lantas membantuku mendorong agar mobil itu keluar asal jebakan lubang. namun tetap tak berhasil. sekarang bahkan akibat kikisan tanah, semua ban mobil itu terperosok. sebaiknya tunggu besok pagi saja, le… kampung terdekat pula jaraknya 15 kilo lebih.

bila sampeyan mau, malam ini nginap digubuk aku saja, ungkapnya dengan datar namun tampaknya tulus, daripada aku tinggal di mobil serta tiba-tiba kaca diketuk kuntilanak atau gendruwo lebih baik saya turuti dia.

namun tentu saja, aku wajib minta persetujuan 2 makhluk menyebalkan di dalam mobil, selesainya terjadi percekcokan, akhirnya mereka mau pula.

Jalan setapak yg becek pada tengah hutan itu membuat mama serta tante berkali-kali terpleset, membuatku berkali-kali harus memapah mereka, tentu saja setelah terlebih dahulu dihadiahi sumpah serapah mereka. Payung yg mereka bawa jadi percuma, tidak bisa mencegah mereka menjadi basah kuyub dan terciprat lumpur.

Ternyata jeda menuju tempat tinggal si bapak tidak mengecewakan jauh juga, kira-kira 15 mnt kami berjalan baru nampak temaram cahaya sebuah rumah. monggo, silahkan masuk, ujar si bapak. rumah itu tampak sederhana, pantas si lelaki misterius itu menyebutnya gubuk.

Sebuah tempat tinggal limas spesial jawa menggunakan empat tiang kayu pada bagian tengah, beratap genteng tanpa plafon, berdinding anyaman bambu serta berlantai tanah.

di dalamnya hanya meja kursi tua, 2 dipan sederhana serta 2 lemari reyot menempel di dinding. dua lampu teplok yg kacanya telah menghitam menjadi indera penerang rumah tersebut, dan satu-satunya alat hiburan ialah radio transistor tua yg memperdengarkan suara pertunjukan wayang kulit mengiringi gemuruh hujan di luar, menambah suasana magis malam itu.

Tampak sepasang wanita pada atas dipan tengah tertidur, terdiri asal perempuan separuh baya serta satu lagi seseorang gadis yang kira-kira seusiaku. ayuh.. dang tangi, ono tamu, dang gawekno wedhang, (yuk cepat bangun, ada tamu, cepat bikinkan minum).

Ujar si bapak membangunkan isteri dan anaknya, kira-kira begitu menurut perkiraanku, walau tidak mampu bahasa jawa tapi sedikit banyak saya mampu memahaminya karena mama kebetulan orang jawa dan tak jarang memakai bahasa jawa Jika bertemu kerabatnya.

menggunakan segera mereka berkecimpung bangun meninggalkan dipan yg hanya beralaskan tikar dan selimut kumal itu. buat berukuran kota sekalipun, si gadis berwajah relatif cantik walau menggunakan sandang t shirt dan bersarung batik yg tampak lusuh.

ad interim ibunya sedikit lebih besar dengan paras biasa saja, menggunakan kebaya dan kain yg dililitkan sebatas dada yg sama lusuhnya, namun menerangkan belahan dadanya yg kupikir relatif besar , menjadi pemandangan paling baik selama pada tempat tinggal ini.

kalian basah kuyub seluruh, sebaiknya ganti pakaian daripada masuk angin, silahkan ke belakang saja, jikalau mau buang air dan bersih-higienis jua terdapat sumur, ujar si bapak. aku segera menyambar ransel, akan tetapi mama dan tante Lia saling bertatapan resah, tentu saja, mereka meninggalkan tas pakaian mereka di bagasi mobil.

naas, nampaknya aku lagi yg harus mengambilnya. namun sebelum perintah mereka keluar, si lelaki itu mengatakan, bila mau biar pakai sandang anak dan isteri aku , maaf bila kurang berkenan… aku menatap mereka menggunakan wajah memelas… mereka mengangguk, maaf lho pak kalau ngerepotin, ujar mama.

berasal dalam lemari reot, si bapak mengeluarkan dua lbr kain dan dua kaus yg walau lusuh tapi terlipat rapi. mama serta tante duluan, ujar mama bergegas sembari menggamit tangan tante lia ke bagian belakang rumah yang dibatasi sang dinding papan.

Itil V3
aku menunggu menggunakan duduk di kursi tua itu, sang lelaki paruh baya itu jua duduk di hadapanku sembari melinting tembakau dengan kertasnya serta menyalakan rokok. Wajahnya nyaris tanpa ekspresi namun sorotan matanya sangat tajam serta berwibawa.

Tubuhnya yg bertelanjang dada itu pula tampak kekar mendeskripsikan isa menjadi lelaki yg ulet . Maaf, kalau boleh tahu, nama bapak siapa?, tanyaku mencoba basa basi. Panggil saja pak Simo, jawabnya sambil menghembuskan asap rokok lintingan yang beraroma aneh itu. enngh… bapak udah lama tinggal pada sini?, tanyaku lagi.

Lebih tiga puluh tahun, jawabnya singkat. ini satu-satunya tanah warisan bapak aku dulu, pekerjaan saya buruh tani dan sekali waktu ngobati orang, ujarnya lagi seolah-olah sudah memahami pertanyaanku berikutnya, walau saya sedikit tertegun dengan perkataan ngobati orang, tapi buat tidak menyinggung urung aku tanyakan.

namun sebelum saya bertanya lebih jauh, mama serta tante sudah kembali ke ruang tengah, agak geli melihat penampilan mereka, berasal wanita bergaya modis, kini ala wanita kampung, berkaus kumal yang terdapat lubang di sana sini dan bersarung kain batik lusuh.

Mama?, ujarku sambil tersenyum, akan tetapi pandangan ketus keduannya memudarkan senyumanku, tetapi yang membuatku jengah ialah menyadari bahwa kaus itu terlalu sempit untuk mereka berdua dan … puting payudara keduanya tampak jelas menonjol walaupun di tengah cahaya temaram lampu teplok.

kamu jangan ke belakang dulu, ujar mama. dia pulang ke belakang, dan kembali dengan kaus pada lepas… kini kain batiknya diikat sebatas dada menjadi kemben, tante pun menyusul melakukan hal yang sama.

aku bersiul dua kali menyaksikan bahu putih keduanya terekspose yang tentu saja berujung dengan dampratan mereka, membuatku bergegas ke belakang.

Ternyata sebuah dapur sederhana yg cukup besar dengan sebuah dipan dan tungku tanah menggunakan kayu bakar yang masih menyala, pada atasnya sebuah panci hitam.

pada atas dipan sang bunda dan anak tengah menyiapkan minuman, maaf bu, kamar mandinya di mana? tanyaku, dan mereka menunjuk pada sebuah pintu di bagian belakang dapur tersebut, yg disebut kamar mandi itu hanyalah sebuah sumur tua beratap ilalang yang di pinggirnya berlantaikan batu-batu kali.

Mama dan tante tengah bercakap-cakap menggunakan lelaki pemilik rumah ketika aku tiba. saya segera bergabung. Pak Simo meladeni ocehan mereka dengan datar serta singkat.

Matanya tajam menatap mama dan tante, membuat mereka tampak rikuh dan mengurangi intensitas omongan mereka. tidak lama lalu oleh isteri serta anak gadisnya datang mengantarkan minuman dan sepiring singkong rebus di hadapan kami.

monggo silahkan diminum, maaf cuma ini yg kami punya, ujar pak Simo, sementara isteri dan anaknya pulang ke dipan buat tidur. Hanya teh tanpa gula yang bisa mereka suguhkan, tetapi ditambah singkong rebus cukup menghangatkan tubuh kami pada tengah rintik hujan yang entah kapan akan reda.

Malam makin larut waktu mama dan tante Lia pamit buat tidur, pada dipan yang berhadapan dengan dipan pada mana isteri pak Simo serta anaknya tidur. kalian gak munkin mampu keluar berasal hutan ini, ujar pak Simo mengagetkanku. maksud bapak?, tanyaku penasaran.

kamu absolut sadar kan… tunggangan kalian terdapat di tengah hutan, bukan di atas jalan, jawabnya menggunakan bunyi parau serta datar. saya mulai bergidik. terdapat kekuatan mistik yang membawa kalian ke sini, makanya aku bilang kalian harus kulonuwun melewati hutan ini, ujarnya lagi membuatku kian memucat.

terus kami wajib bagaimana pak?, tanyaku 1/2 bergetar. kalian saat ini berada 15 kilo berasal jalan, mau lewat jalan kaki pun butuh seharian, itupun kalau kalian tidak kesasar, ungkapnya lagi. Terus, kenapa bapak bisa tinggal pada sini? ’, tanyaku.

Hmm… ceritanya panjang, tapi katakanlah ini hal turun temurun yg wajib kami lakukan serta katakanlah musuh kami banyak sebagai akibatnya wajib tinggal pada sini, jawabnya sambil menghisap lintingan tembakau dalam-dalam. terus bapak bisa bantu kami keluar berasal sini? ’, tanyaku sesudah terdiam beberapa waktu.

dengan syarat, jawabnya. itupun Jika engkau mau, lanjutnya lagi. mmm… asal gak memberatkan saya mau pak, kami jua bawa uang yang cukup lho pak, ujarku terbata-bata. Kami biasa hidup tanpa uang nak, kami ora butuh uang kalian, ujarnya menggunakan mimik misterius.

Terus saya harus bagaimana pak?, tanyaku 1/2 mengharap. Hmmm… dari tersebut aku perhatikan engkau selalu menatap anak aku , ujarnya. Wah, berabe juga jika aku harus mengawini anaknya walau memang kuakui beliau cukup cantik dengan potongan tubuh aduhai. sampeyan senang beliau?, tanyanya.

Ya suka sih pak, akan tetapi… aku gak meminta engkau menikahi anak saya jawabnya seolah-olah memahami apa yang aku pikirkan. Terus bagaimana pak?, tanyaku lagi. sampeyan mau meniduri Asih?, tanyanya membuatku seolah terloncat dari kursi reot itu.

pada hati sebenarnya di usia Sekolah Menengan Atas yg sarat hormon ini, aku ingin sekali mencoba mencicipi kenikmatan tubuh seseorang wanita, tidak hanya sekedar bermasturbasi menyaksikan adegan film porno, atau hanya bisa berliur mendengarkan kisah teman-teman yg sudah merasakannya.

Pacar pun aku belum punya. Pucuk di cinta ulam datang pikirku, akan tetapi pak, bagaimana dengan mama serta tante saya? Bagaimana kalau mereka tahu?, ujarku. Nah, 2 wanita cerewet itu syarat berikutnya, jawabnya tegas. Maksudnya pak?, tanyaku bertanya-tanya. sebagai sesama lelaki… beliau menghisap pada rokoknya lalu menoleh ke arah dipan di mana mama serta tante Lia tidur.

Mereka cantik serta montok, apakah sampeyan keberatan bila aku tiduri mereka? ’, pertanyaannya bagaikan guntur yang tengah menyambar-nyambar di luar. aa… ucapanku terpotong, ya jika sampeyan keberatan, silahkan cari jalan keluar sendiri, ’ tukasnya.

saya dihadapkan butir simalakama, walau pada dalam hati amanah saja bertanya-tanya juga bagaimana tubuh telanjang mama serta tante Lia. asal Ngocoks.com

serta terlepas asal soal kecerewetan, mereka berdua memang wanita matang yg relatif bagus dengan rabat tubuh yg bisa menjadi bahan onani lelaki manapun, tapi mereka artinya keluargaku. Shit… apa yg wajib kulakukan? Pak Simo seolah-olah mengambarkan siapa yang tengah berkuasa menggunakan santai terus menghisap rokoknya.

selesainya konflik sisi baik lawan sisi buruk , akhirnya saya mengangguk putusan bulat. dengan kondisi, bapak tidak akan menyakiti mama dan tante aku kan?, lanjutku.

Pak Simo tidak berkata apapun tapi eksklusif bangkit menuju dipan pada mana anak dan isterinya tidur serta membangunkan mereka, mari nyambut gawe, kamu layani mas mu, kowe ngalih, bantu kulo, ujar pak Simo.

kontiniu…

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*